Thursday, December 3, 2009

Negeri Para Peri Addiction

Niat mau beli kumpulan soal buat belajar Simak UI, gw gagal beli buku soal, tapi seolah dapet bingkisan di awal desember ini. Buku Negeri Para Peri. Niat awal gw beli buku psikologi, setelah muter-muter, nyari-nyari, dan memeriksa seteliti mungkin ternyata buku psikologi lebih bagus yang versi perpus fakultas psikologi (yaiyalah, kenapa juga pake gw bahas?--sebenernya gw baca itu juga gara-gara skripsi senior jaman gw SMA dulu, kalo ngga salah judulnya tentang forgiveness gitu--itu juga cuma skimming aja, ahaha) oke.

Niat gw terurungkan saat melangkah kebagian sastra, gw ngeliat buku-buku sastra, tapi kebanyakan dalam bentuk prosa. Sebagai penggemar puisi sejati, gw penasaran dan masih aja ngeberantakin (baca: nyari) buku-buku. Gw melihat buku kumpulan puisi Kahlil Gibran yang setebel 5cm (mungkin), ada juga kumpulan puisinya Joko Pinurbo (dan gw udah pernah baca itu), ada juga buku tentang filsafat cinta (pengarangnya gw lupa tapi yang gw inget sekarang dia dosen Filsafat UI), setelah keliling naik tujuh tanjakan tujuh turunan 3 belokan serta 3 jurang, gw menemukan buku Negeri Para Peri. 



(tersangka)


Begitu ngeliat buku ini gw jatuh cinta, benar-benar jatuh cinta. Gw ulangi lagi, gw jatuh cinta sama buku ini begitu ngeliat covernya. Tapi tiba-tiba gw inget pepatah tua, tua sekali "don't judge book by its cover" belum tentu isi bukunya juga bagus. Karena rasa penasaran gw yang begitu tinggi, gw memutuskan untuk membuka salah satu bukunya (maaf yang ini jangan di tiru, abisnya bukunya lumayan mahal buat anak kuliahan--75000--gw bisa nonton newmoon 3x di hari biasa, ahahaha)

Begitu gw buka sampulnya (btw, sampulnya bukan yang dirobek terus rusak, tapi sampulnya, sampul buat nyampul undangan, mungkin itu ditujukan kalau ada yang mau liat isinya duluan kali ya?). Yeiii, dengan sorak sorai bergembira gw membuka sampulnya dan mulai membaca, bagian cerpen yang gw baca kalau ngga salah berjudul "Suara itu, Sebelum Kamu Mengatakan Tidak"
...Ha. Ha. Ha. Lagi. Ha. Ha. Ha. Menertawakan diri sendiri memang mekanisme paling sehat untuk mengobati luka hati. Paling tidak itu berhasil membantuku walau tak bisa utuh. Aku toh bisa bertahan dengan bilur-bilur dan babak belur. Sungguh, tak ku kira hatiku bisa sekuat ini menanggung suatu rasa padamu. Cinta? Entahlah. Aku belum berani memberi nama. Meski rasa itu telah membenih tujuh tahun yang lalu, sejak pertama kali aku melihatmu. Dalam rentang inilah telingaku membiasakan diri dengan suara itu.
Dan gw mulai menyukai gaya bahasa yang di gunakan sang pengarang--Avianti Armand. Cara si pengarang menulis mengingatkan gw pada omongan dari Dosen MPKT gw, kak Arie Toursino (angkatan 2003 dan sekarang jadi dosen MPKT, dan juga kuliah S2 di jurusan Arkeologi), saat ngomongin masalah puisi gw sama kak Arie lumayan ngomong dengan detail dan dia mengerti, 

Dia bilang "emang kamu suka puisi kayak gimana? pengarang favorit?" 
Gw jawab "aku suka Sapardi Djoko Damono yang kata-katanya mengalir gitu aja, bisa ada emosi yang muncul"
Dia bilang "pernah baca buku cerpen Sapardi Djoko Damono yang kata-katanya kayak puisi?"

Gw cuma bengong. Kak Ari tambah penasaran (gw bengong bukannya ngga ngerti, tapi gw bengong membayangkan pemilihan kata puisi digunakan dalam cerpen atau novel--fantastik banget--)

Kak Arie tanya lagi ke gw "Beneran belom pernah baca?" gw ngegeleng meyakinkan.
"Kakak juga lupa apa judulnya, ntar kalo inget kakak kasih tau deh." gw pun gak sabar pengen dikasih tau sama kak Arie, tapi sepertinya dia lupa.

Dan ingatan gw kembali melayang ke masa lalu dan ingat ucapan kak Arie, ternyataaaaaaaaaaa, cerpen atau novel yang ditulis pakai kata-kata puisi maknanya lebih dalam. Lebih beremosi. Lebih kuat. Lebih mempunyai selera. Toh kita juga ngga bisa maksain apa mau pembaca. Selama ini gw pikir novel atau cerpen yang ditulis pakai bahasa puisi "too good to be true" ternyataa, itu bisa dan keren banget hasilnya.

Dan membaca buku Negeri Para Peri membuka mata gw. Membuka mata gw akan puisi yang bisa diubah ke dalam sastra yang lain. 

1 comment:

  1. Mau dilepas gak yah Negeri Para Perinya?

    ReplyDelete