Thursday, March 11, 2010

No Need to be Read


(maaf kalo post-an kali ini agak menyampah, oh iya, dan satu lagi saya menggunakan kata-kata "saya" dan "kamu" karena saya ingin sedikit serius pada postingan ini)

Hei kamu yang disana coba mendekat dan dengarkan cerita saya. Merapat ke sisi tembok, duduk melingkar, dan ini waktunya saya bercerita. Sebenarnya saya ingin berfilosofi dengan kata "cinta" tapi karna keadaan yang tidak memungkinkan, saya lebih memilih menulis semua yang ada dipikiran saya saja. 

Sudah satu tahun sejak 22 November 2008, saya bertemu kamu. Dan nampaknya cupid memang ada ada saat itu, saya mulai tersesat mencari tau siapa kamu. Keadaan bisa saja memaksa saya mengucapkan kata-kata gamblang yang melintas, tetapi tidak, hal ini tidak saya lakukan, saya belum berani memanggil ini dengan sebutan cinta.

Siapakah kamu? Siapa kamu yang bisa-bisanya menyita perhatian begitu besar? Siapa kamu yang namanya selalu tanpa sadar saya sebutkan? Siapakah kamu? 

Saya tidak banyak berharap dan mulai mengikuti aliran gerakmu. Saya tidak pernah bisa mengelak dan berbohong bahwa setiap untaian kata yang kamu ucapkan selalu bermakna bagi saya. Saya tidak lagi 'denial' kepada perasaan saya. Ya, saya rasa saya mulai menyukai kamu. Meskipun masih terlalu dini untuk memanggil ini dengan sebutan cinta.

Siapakah kamu yang berbaju biru tua, memegang cangkir teh, dan berceloteh dengan segala keunikanmu? Apakah itu yang ada dipikiranmu? Saya ingin bisa membaca pikiranmu. Siapakah dirimu? Saya ingin tau, bahkan lebih lanjut. Saya mengakui bahwa saya sangat tertarik untuk mengenal kamu, lebih jauh lagi.

* * *

Akhir Februari 2009, tiga bulan lamanya saya mengenal kamu. Kamu mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang tumbuh juga dihati kamu (yang saya takut untuk memanggilnya cinta). Kamu mulai mencari tau dari apa yang saya rasakan. Terlihat jelas bahwa kamu juga ingin mengetahui apa yang ada dipikiran saya.

Tanpa saya ingkari, saya selalu ingin berada di dekat kamu. Berada disekitar kamu lebih tepatnya, tetapi tetap saja saya masih takut untuk memanggil ini cinta. Ini agak aneh, berbeda dengan beberapa pengalaman jatuh cinta yang lalu, didekat kamu saya bisa leluasa tanpa terlihat canggung. 

Setiap kalimat atau paragraf yang kamu ucapkan membuat saya berpikir, mengapa pikiranmu berbeda jauh dengan orang kebanyakan? Saya hanya mampu melucuti setiap pertanyaan dan memicu kamu menjawab segala pertanyaan dari saya. Saya suka melihat kamu kebingungan. Kamu akan membuka kacamatamu dan mengusap daerah kelopak matamu. Ya, saya tanpa saya sadari, saya hapal kebiasaanmu. 

Saya dan kamu selalu  menghabiskan waktu dengan berceloteh tentang hidup. Kehidupan memang selalu menjadi topik yang menarik di antara saya dan kamu (saya tidak terlalu suka menggunakan kata 'kita'. Kata itu sangat bermakna untuk saya). Tak jarang pula saya pulang larut demi mendengarkan celotehanmu tentang hidup. Kamu menawarkan saya untuk pulang bersamamu. Ya, mungkin terdengar agak labil, namun saya suka cara kamu menawarkan saya untuk pulang. Kamu terlihat berbeda. Entahlah, atau ini hanya perasaan saya saja.

Jika kata "hidup" telah menghubungkan kita, apakah kata "cinta" bisa menyatukan kita?

* * *

Ritme kehidupan saya berubah setelah datangnya kamu. Tidak ada lagi ritme penghancuran diri sendiri atau ritme keputusasaan. yang ada di sini adalah melodi. Entah melodi apa, dan saya terlalu takut untuk mencari tau. Saya putuskan untuk menyimpan rasa penasaran ini dalam-dalam. Saya terlalu takut untuk cepat menyimpulkan sebuah gagasan.

Saya mencoba memainkan logika dan menyingkirkan perasaan saya untuk sementara. Saya pikir untuk memahami ini sangat membutuhkan logika. Seketika, kamu datang dan resah. Wajahmu terlihat resah. Sekali lagi saya tekankan, saya takut untuk cepat menyimpulkan sebuah gagasan.

Apa yang terjadi? Siapa yang mengambil senyummu?

Kamu terlihat sangat berbeda. Tak ada lagi celotehan tentang hidup meluncur dari bibirmu. Ya, sepertinya benar-benar ada yang salah disini. Kamu hanya terdiam menatap cangkir tehmu dan memainkan sendoknya. Tidak ada sepatah kata pun keluar. Kamu seperti berada didunia milikmu sendiri. Dunia di mana hanya ada kamu dan cangkir tehmu.

Jam berdetik begitu lama sampai saya memecah kesunyian dan bertanya apa yang terjadi. Kamu mengaduk cangkir teh lagi (yang menurut saya, kamu sangat kebingungan) dan senyum memaksa. Kamu pun bercerita. 

Ternyata ini yang ada dipikiranmu. Saya dapat melihat jelas mengapa itu sangat mengganggu kamu. Dan saya bersyukur, saya telah bertanya kepada kamu. Saya bisa memahami kamu.

Kamu tersenyum bahagia dan meneguk tehmu yang telah dingin sementara saya bernafas dengan lega. Saya berjanji tidak akan mengacaukan ritme ini dan berusaha tidak mengekang segala aktivitas kamu. Karna kamu juga begitu.

* * *

Hari itu bulan September 2009 dan saya merasa ada perbedaan signifikan dengan kamu. Kamu mulai datang dan pergi seperti hujan. Saya tau kamu begitu sibuk. Saya tau we don't have anything in common. Saya tau ritme kehidupan saya mulai berubah dan saya sudah terbiasa dengan ada atau tanpa kamu. 

Saya menikmati ritme ini. Ritme biru, mengungu, lalu menjadi hitam kemudian berganti lagi dengan biru. Saya tidak dapat menerka kapan kamu akan datang lagi atau kapan kamu akan pergi, semua terjadi...begitu saja. Tanpa saya bisa menerka. Sampai suatu hari..

Seorang teman berkata. Kata-kata yang mengejutkan. Kata-kata yang berhubungan dengan kamu. Kata-kata yang bisa membuat saya tersedak dan sedih sekaligus. Ya. dia berkata bahwa dia menyukai kamu.

Saya bukan orang yang blak-blakan yang selalu memberi tau siapa yang saya suka. Saya bukan orang yang selalu berbicara tentang siapa yang selalu mengisi hari-hari saya. Satu hal yang saya tau, saya menyukai untuk mengalah dan pergi meninggalkan semua.

Ya, saya memilih untuk pergi dan meninggalkan ritme yang telah saya geluti ini. Ritme hujan yang selalu saya tunggu dan tidak bisa saya tebak kapan ia akan kembali atau pergi lagi. Ritme yang mengajarkan saya untuk mengerti. Ritme yang selalu menimbulkan banyak tanda tanya tanpa pernah memberi tanda seru. Dan yang terakhir ritme yang saya cintai. Ya, saya akui saya mencintai ritme ini dan saya memutuskan untuk belajar mencari ritme yang baru. Walaupun saya tau, saya tidak akan cepat mencari ritme yang baru.

Apa yang saya lakukan? Yang saya lakukan hanya bisa berdoa apapun yang terbaik untuk saya, untuk dia, dan tentu saja untuk kamu.

XOXO
I'm the hero of the story, dont need to be saved. I'm the hero of the story, don't need to be saved. It's
It's al-right, it's al-right, it's al-right

1 comment: