Friday, June 11, 2010

Ode untuk Kamu

Aku biarkan kamu sendiri, boleh?
Sendiri itu bisa membuat kita berpikir dengan jernih. Kamu pasti pernah kan mendengar "terkadang seseorang membutuhkan waktu sendiri untuk memahami apa yang terjadi". Aku rasa kamu membutuhkan itu. Tidak terlepas dari fakta bahwa aku juga. Aku juga butuh kesendirian yang sama. Aku butuh berpikir.
Bukan untuk selamanya sih. Kamu kan tau, aku kurang suka berpikir terlalu keras. "Menghemat otak," itu makna yang (kurang lebih) meluncur dari bibirmu. 
Apa yang kupikirkan? Kamu pasti tau, atau kamu tidak tau? Atau mungkin aku yang selama ini berpura-pura bahwa kamu juga tau? Baiklah, aku rasa, kita sama-sama tau bahwa hubungan yang dulu hanya rindu. Ya, kita sama-sama rindu untuk dicintai, namun sepertinya aku sudah sadar sekarang.

Izinkan aku pergi, ya?
Taukah kamu? Aku menulis ini disela-sela fajar masih malu menampakan sinarnya. Ya, saat titik-titik air kecil menutupi setiap lekuk bungaku. Kamu tau jelas kebiasaanku. Meminum bergelas-gelas kopi, lupa meminum obat, tidak bisa naik sepeda, ceroboh, dan tentu saja merah. Ingatkah kamu akan merah? Ah rasanya aku ingin berbicara frontal kepadamu, namun aku terlalu takut. Takut kamu terluka. 
Ah ya, kembali lagi ke saat titik-titik air kecil menutupi setiap lekuk bungaku. Aku mengagumi embun lebih dari aku mengagumi bungaku. Tetapi, kala matahari perlahan naik itulah saat embunku pamit. Aku menggunakan pengandaian ini kepada hubungan beberapa bulan yang lalu (entah hubungan apa). Mungkin ini saatnya, embun pergi meninggalkan lekuk bungaku. Embun sangat indah bukan? Ia indah, dinginnya menyejukan hati, berbau basah, dan bagai nada dengan ritme, embun melengkapi syahdunya pagi hari. Embun tidak bertahan terlalu lama setelah matahari mengangkat dagu. Apa kamu mulai mengerti?





Kamu sendiri saja, tak apa?
Hei, ingatanku kembali kepada beberapa bulan yang lalu. Saat aku menduga bahwa kamu adalah kotak pandora. Ah, kamu tau aku benci menebak-nebak, tapi selalu saja kamu hinggap dan membuatku menebak-nebak. Kamu tau tidak mengapa aku menganggap kamu sebagai kotak pandora? Kamu ibarat sebuah kotak yang apabila isinya tidak terlihat akan menimbulkan banyak tanya bagiku, namun apabila aku membuka  kotak itu, aku akan mendapatkan apa yang tidak ingin aku dapatkan. Membuka kotak pandora seperti menarik kesimpulan tanpa membaca gagasan utamanya. Menyiksa.
Aku menyesal. Bukan bukan, bukannya aku menyesal bertemu dengan kotak pandora seperti kamu. Aku hanya menyesal mengapa tidak bisa bersabar menunggu kamu yang membuka kotak itu. Aku selalu ingat betapa kamu membenci kata sesal. Sesal itu masih musuhmu, ya kan? Apakah kamu menyesal telah mengenal pengamat seperti aku? Caci aku saja, tak apa. Rasanya ini bagus agar aku lebih sabar nantinya.

Maafkan aku, yah?

P.S:
pernah kan kamu dengar bahwa tanaman yang disiram dengan rutin akan tumbuh dengan baik? sepertinya kata-kata itu terbukti salah,  setiap tanaman punya kapasitas tersendiri dalam menampung air kan? semakin sering ia disiram, semakin cepat pula proses membusuknya. kamu mulai mengerti kan bahwa aku bukan tanaman yang tumbuh dengan baik?


Biarlah Tuhan yang tau.

1 comment:

  1. Pertamax...
    Ya, ikut sedih aja. Tapi jangan kelamaan sedihnya. The show must go on. Salam
    http://PakOsu.wordpress.com/

    ReplyDelete