Percaya tidak percaya, semua orang punya bibit kepahlawanan bagi orang lain. Bukan pahlawan berbaju ketat yang terinfeksi gen laba-laba misterius atau pahlawan yang menyamar menjadi wartawan disebuah media cetak. Bukan itu yang saya maksud, pahlawan yang saya maksud adalah pahlawan yang berada dalam diri kita.
Ya, percaya tidak percaya.
Mungkin narasi ini memiliki keterbatasan dibanding apa yang telah saya alami sebelumnya. Pengalaman 15-20 menit ini sangat hebat (entah saya tidak tahu, apakah ini kata-kata yang cocok untuk menggambarkan situasi yg menurut saya lebih dari "hebat") dan tentu saja sangat mempengaruhi pola hidup saya.
Jika ada nominasi pemilihan pahlawan favorit, saya akan memilih dia. Supir taksi. Supir taksi X yang pernah saya tumpangi di depan halte bis terletak persis didepan alfamart Margonda Raya (tidak begitu jauh dari Es Pocong, Kober).
Dia adalah orang yang ingin saya nobatkan menjadi pahlawan favorit setelah ayah dan ibu saya (tentunya).
Semua seakan bertanya, "apa yang istimewa dari supir taksi ini?". Satu di antara sejuta. Pria separuh baya dengan usia yang tergurat jelas, untaian peluh yang tak terucap, tinggi semampai, perawakan asli Indonesia dengan kulit cokelat mengilap, bibir yang tak lelah mengucap doa, serta tutur kata sopannya.
Sosok pahlawan. Sekali lagi, bukan pahlawan berbaju ketat, tapi pahlawan ini berseragam supir taksi.
Jujur, selama ini tidak ada yang mengajarkan kepada saya, bagaimana cara mengelola uang dengan baik.
Insiden ini hanya melibatkan 15-20 menit, tetapi peristiwa ini lebih berarti daripada apapun. Percakapan penuh makna dengan banyak emosi, menjadi topik utama dalam percakapan kami.
Mengapa saya menulis peristiwa ini sebanyak dua kali? Jawabannya mudah, karena peristiwa ini tidak saya alami dua kali. Jujur, saya mencari bapak supir taksi itu setiap sore setelah pulang kuliah di depan Es Pocong, namun, saya tidak bisa menemukan beliau.
Ditambah lagi sekarang, halte didepan sebuah minimarket (yang tak jauh juga dari Es Pocong) telah digusur, bahkan pohon dipelataran parkir Es Pocong juga sudah tidak ada lagi. Saya juga bingung harus mencari beliau ke mana lagi.
Entahlah, semoga dengan ikutnya saya dalam lomba blog ini, saya bisa menemukan beliau.
Harapan saya, sosok figur bapak supir taksi ini lebih mendominasi kota Depok.