Tuesday, March 30, 2010

Ayah dan Ibu saya

Sebenarnya saya tidak mau bercerita masalah ini (saya bahkan benci untuk memulai cerita ini--hanya membuka luka saya saja), tapi saya akan bercerita secara singkat untuk memberitahu apa yang sebenarnya ada dalam hidup saya. 

Saya membenci hidup saya, bukan karna apa-apa. Terus terang saya adalah seorang yang keinginannya hampir selalu dipenuhi. Orang-orang hampir tidak bisa menemukan alasan mengapa saya membenci hidup.

Saya tidak membutuhkan barang-barang mahal dan serba mewah, saya juga tidak membutuhkan apapun yang dengan senang-hati-ayah-berikan-kepada-saya. Saya hanya membutuhkan peranan ayah saya. Di sisi saya. Ada saat di mana saya SANGAT memerlukan beliau. Saya tidak bisa merasakan perhatian yang ayah saya berikan. Entah mengapa. Kalian bisa mengatakan saya buta dan bodoh karena saya tidak bisa merasakan kasih sayang yang ayah saya berikan. Apa kasih sayang diukur dengan harta? Saya rasa tidak.

Saya bahkan tidak bisa merasakan perhatian yang beliau berikan walaupun hanya sedikit.


P.S:
Ayah, saya tegaskan kepada anda, ibu akan selalu bisa merangkap dua peran, menjadi ayah dan ibu, tetapi ayah, anda tidak akan pernah bisa merangkap peran menjadi ibu.


tidak-tau-mau-memberi-salam-apa

Friday, March 26, 2010




Ada masanya di mana saya memegang oak 
dan tangan saya tertusuk duri, 
namun ada masanya juga di mana logika saya merasa kesakitan 
dan berusaha membuang duri tersebut

Wednesday, March 17, 2010

Tips and Trick! #2 Makanan Penyelamat

Pulang dari FIB, gw sadar ternyata semua orang ngga ada dirumah, karna semua orang nemenin tante gw yang dari Malaysia beli oleh-oleh (Yeah, that's what people usually do, accompany someone shopping and then they'll shop as well too). Mama, tante, dan tante yang dari Malaysia belanja, ade gw karate, oma ngga ada, si mbak juga gak ada (kayaknya sih nemenin oma belanja buah). Tinggalah saya S-E-N-D-I-R-I-A-N

Saya lapar. Saya lapar. Saya sangat lapar. Mau delivery makanan, tapi ga punya uang (mau nabung), mau nahan lapar, tapi kelaparan. (saya tau, saya terlalu galau--sret)
Kulkas kosong. Rice Cooker penuh. Cokelat habis. Mie instan habis. Oatmeal juga. Ternyata ada chiki. Chitato lebih tepatnya.

Ide brilian muncul di otak gw dan TADAAA! (terima kasih chui, atas ide brilian kamu yang aku inget dadakan. cup cup muaah) lahir sebuah postingan tips and trick!

Bagi mahasiswa seperti saya, mahasiswa yang selalu pulang cepet, makan dirumah, suka boros beli buku, suka berbelanja, tidak sombong, tetapi sangat niat jika menabung, lapar adalah musuh terberat. Apalagi kalo ngekos dan sebagainya (bersyukur gw ngga ngekos, fiuuhh), uang makan pasti adalah musuh terbesar anda, tetapi ada makanan penyelamat!

Yak! Tepat! Makan nasi dengan lauk Chiki (in this case chitato)

Alat dan Bahan:
1. sepiring nasi
2. chitato (kalo gw prefer yang rasa keju supreme--padahal sih gara-gara ga ada rasa yang lain--)

Langkah-langkah:
1. ambil nasi dari rice cooker
2. buka bungkus chiki
3. siap di santap.

SUMPAAAAH, itu rasanya heavenly banget. bener-bener guilty pleasure. HAHAHAHA, bahagia banget gw bisa nyobain makan nasi sama chitato. rasanya chitato itu khas banget, sama nasi. ckckck, bener-bener guilty pleasure.

P.S:
kata nenet, lain kali chitatonya di ganti sama es krim aja. ASTAGA, apa kabar yah rasanya? kalo chui makan nasi pake chiki, kalo nenet pernah makan nasi pake es krim

HIDUP MAKANAN ANEH
XOXO

Sunday, March 14, 2010

Finally....


Saya mendengarkan lagu itu untuk pertama kalinya dan saya jatuh cinta. 

Ya, saya jatuh cinta sekali dengan lagu ini.

Lagu ini menghentikan kesedihan saya. 

Saya mencintai hujan.

Saya mencintai hujan dan hari di mana saya berjalan bersama dengan kamu.

Terima kasih, saya bisa merelakan kamu dan saya bisa kembali bangkit.


Aiza Seguera--Laughter in The Rain


Strolling along country roads with my baby

It starts to rain, it begins to pour

Without an umbrella we're soaked to the skin

I feel a shiver run up my spine

I feel the warmth of his hand in mine


Oh, I hear laughter in the rain

Walking hand in hand with the one I love

Oh, how I love the rainy days

And the happy way I feel inside


After a while we run under a tree

I turn to him and he kisses me

There with the beat of the rain on the leaves

Softly he breathes and I close my eyes

Sharing our love under stormy skies


Oh, I hear laughter in the rain

Walking hand in hand with the one I love

Oh, how I love the rainy days

And the happy way I feel inside


[break]


I feel the warmth of his hand in mine


Oh, I hear laughter in the rain

Walking hand in hand with the one I love

Oh, how I love the rainy days

And the happy way I feel inside


Oh, I hear laughter in the rain

Walking hand in hand with the one I love

Oh, how I love the rainy days

And the happy way I feel inside


Oh, I hear laughter in the rain

Walking hand in hand with the one I love

Oh, how I love the rainy days

And the happy way I feel inside 


P.S:

Terima kasih telah banyak memberikan banyak kenangan indah untuk dikenang.


XOXO

s-a-r-a-n-g-h-a-e


Saturday, March 13, 2010

March = Sor-Month

Gw biasanya selalu menyukai bulan-bulan dalam setiap kalender. Januari, Februari, MARET, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, November, Desember. Entah kenapa, bulan maret tahun ini sepertinya tidak berjalan dengan baik.

Gw adalah seseorang yang suka depresian (dan biasanya bisa sembuh dalam hitungan hari) kali ini belum bisa sembuh. Bahkan ini sudah hampir lewat 3 hari. Bertubi-tubi masalah datang dan pergi. Belum selesai masalah 1, masalah 2 sudah hadir. Gw orang yang biasanya tegar menghadapi masalah, kali jadi sangat lemah dan cengeng. Cengeng dalam artian bukan nangis sih tapi lebih ke menyemenye ga jelas.



"Lukanya kebuka" "Hidup ini ibarat cerita yang gw tulis dan gw tokoh utamanya. Mereka cuma tokoh sampingan dan mereka seharusnya jadi pembaca yang baik. Ini adalah cerita yang gw mulai, jadi cerita ini harus gw selesaikan" "Seseorang ngga akan terluka kalau dia tidak mengizinkan dirinya dilukai"

Itu kurang lebih kata-kata yang gw ucapkan kalo menyemangati orang lain. Dan sepertinya kata-kata itu harus gw ucapkan untuk diri gw sendiri (untuk saat ini)


(rose does cry)

P.S:
I'm sure that this pain needs to be healed by coffee. Saya juga yakin bahwa saya telah mengizinkan diri saya untuk dilukai

Thursday, March 11, 2010

No Need to be Read


(maaf kalo post-an kali ini agak menyampah, oh iya, dan satu lagi saya menggunakan kata-kata "saya" dan "kamu" karena saya ingin sedikit serius pada postingan ini)

Hei kamu yang disana coba mendekat dan dengarkan cerita saya. Merapat ke sisi tembok, duduk melingkar, dan ini waktunya saya bercerita. Sebenarnya saya ingin berfilosofi dengan kata "cinta" tapi karna keadaan yang tidak memungkinkan, saya lebih memilih menulis semua yang ada dipikiran saya saja. 

Sudah satu tahun sejak 22 November 2008, saya bertemu kamu. Dan nampaknya cupid memang ada ada saat itu, saya mulai tersesat mencari tau siapa kamu. Keadaan bisa saja memaksa saya mengucapkan kata-kata gamblang yang melintas, tetapi tidak, hal ini tidak saya lakukan, saya belum berani memanggil ini dengan sebutan cinta.

Siapakah kamu? Siapa kamu yang bisa-bisanya menyita perhatian begitu besar? Siapa kamu yang namanya selalu tanpa sadar saya sebutkan? Siapakah kamu? 

Saya tidak banyak berharap dan mulai mengikuti aliran gerakmu. Saya tidak pernah bisa mengelak dan berbohong bahwa setiap untaian kata yang kamu ucapkan selalu bermakna bagi saya. Saya tidak lagi 'denial' kepada perasaan saya. Ya, saya rasa saya mulai menyukai kamu. Meskipun masih terlalu dini untuk memanggil ini dengan sebutan cinta.

Siapakah kamu yang berbaju biru tua, memegang cangkir teh, dan berceloteh dengan segala keunikanmu? Apakah itu yang ada dipikiranmu? Saya ingin bisa membaca pikiranmu. Siapakah dirimu? Saya ingin tau, bahkan lebih lanjut. Saya mengakui bahwa saya sangat tertarik untuk mengenal kamu, lebih jauh lagi.

* * *

Akhir Februari 2009, tiga bulan lamanya saya mengenal kamu. Kamu mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang tumbuh juga dihati kamu (yang saya takut untuk memanggilnya cinta). Kamu mulai mencari tau dari apa yang saya rasakan. Terlihat jelas bahwa kamu juga ingin mengetahui apa yang ada dipikiran saya.

Tanpa saya ingkari, saya selalu ingin berada di dekat kamu. Berada disekitar kamu lebih tepatnya, tetapi tetap saja saya masih takut untuk memanggil ini cinta. Ini agak aneh, berbeda dengan beberapa pengalaman jatuh cinta yang lalu, didekat kamu saya bisa leluasa tanpa terlihat canggung. 

Setiap kalimat atau paragraf yang kamu ucapkan membuat saya berpikir, mengapa pikiranmu berbeda jauh dengan orang kebanyakan? Saya hanya mampu melucuti setiap pertanyaan dan memicu kamu menjawab segala pertanyaan dari saya. Saya suka melihat kamu kebingungan. Kamu akan membuka kacamatamu dan mengusap daerah kelopak matamu. Ya, saya tanpa saya sadari, saya hapal kebiasaanmu. 

Saya dan kamu selalu  menghabiskan waktu dengan berceloteh tentang hidup. Kehidupan memang selalu menjadi topik yang menarik di antara saya dan kamu (saya tidak terlalu suka menggunakan kata 'kita'. Kata itu sangat bermakna untuk saya). Tak jarang pula saya pulang larut demi mendengarkan celotehanmu tentang hidup. Kamu menawarkan saya untuk pulang bersamamu. Ya, mungkin terdengar agak labil, namun saya suka cara kamu menawarkan saya untuk pulang. Kamu terlihat berbeda. Entahlah, atau ini hanya perasaan saya saja.

Jika kata "hidup" telah menghubungkan kita, apakah kata "cinta" bisa menyatukan kita?

* * *

Ritme kehidupan saya berubah setelah datangnya kamu. Tidak ada lagi ritme penghancuran diri sendiri atau ritme keputusasaan. yang ada di sini adalah melodi. Entah melodi apa, dan saya terlalu takut untuk mencari tau. Saya putuskan untuk menyimpan rasa penasaran ini dalam-dalam. Saya terlalu takut untuk cepat menyimpulkan sebuah gagasan.

Saya mencoba memainkan logika dan menyingkirkan perasaan saya untuk sementara. Saya pikir untuk memahami ini sangat membutuhkan logika. Seketika, kamu datang dan resah. Wajahmu terlihat resah. Sekali lagi saya tekankan, saya takut untuk cepat menyimpulkan sebuah gagasan.

Apa yang terjadi? Siapa yang mengambil senyummu?

Kamu terlihat sangat berbeda. Tak ada lagi celotehan tentang hidup meluncur dari bibirmu. Ya, sepertinya benar-benar ada yang salah disini. Kamu hanya terdiam menatap cangkir tehmu dan memainkan sendoknya. Tidak ada sepatah kata pun keluar. Kamu seperti berada didunia milikmu sendiri. Dunia di mana hanya ada kamu dan cangkir tehmu.

Jam berdetik begitu lama sampai saya memecah kesunyian dan bertanya apa yang terjadi. Kamu mengaduk cangkir teh lagi (yang menurut saya, kamu sangat kebingungan) dan senyum memaksa. Kamu pun bercerita. 

Ternyata ini yang ada dipikiranmu. Saya dapat melihat jelas mengapa itu sangat mengganggu kamu. Dan saya bersyukur, saya telah bertanya kepada kamu. Saya bisa memahami kamu.

Kamu tersenyum bahagia dan meneguk tehmu yang telah dingin sementara saya bernafas dengan lega. Saya berjanji tidak akan mengacaukan ritme ini dan berusaha tidak mengekang segala aktivitas kamu. Karna kamu juga begitu.

* * *

Hari itu bulan September 2009 dan saya merasa ada perbedaan signifikan dengan kamu. Kamu mulai datang dan pergi seperti hujan. Saya tau kamu begitu sibuk. Saya tau we don't have anything in common. Saya tau ritme kehidupan saya mulai berubah dan saya sudah terbiasa dengan ada atau tanpa kamu. 

Saya menikmati ritme ini. Ritme biru, mengungu, lalu menjadi hitam kemudian berganti lagi dengan biru. Saya tidak dapat menerka kapan kamu akan datang lagi atau kapan kamu akan pergi, semua terjadi...begitu saja. Tanpa saya bisa menerka. Sampai suatu hari..

Seorang teman berkata. Kata-kata yang mengejutkan. Kata-kata yang berhubungan dengan kamu. Kata-kata yang bisa membuat saya tersedak dan sedih sekaligus. Ya. dia berkata bahwa dia menyukai kamu.

Saya bukan orang yang blak-blakan yang selalu memberi tau siapa yang saya suka. Saya bukan orang yang selalu berbicara tentang siapa yang selalu mengisi hari-hari saya. Satu hal yang saya tau, saya menyukai untuk mengalah dan pergi meninggalkan semua.

Ya, saya memilih untuk pergi dan meninggalkan ritme yang telah saya geluti ini. Ritme hujan yang selalu saya tunggu dan tidak bisa saya tebak kapan ia akan kembali atau pergi lagi. Ritme yang mengajarkan saya untuk mengerti. Ritme yang selalu menimbulkan banyak tanda tanya tanpa pernah memberi tanda seru. Dan yang terakhir ritme yang saya cintai. Ya, saya akui saya mencintai ritme ini dan saya memutuskan untuk belajar mencari ritme yang baru. Walaupun saya tau, saya tidak akan cepat mencari ritme yang baru.

Apa yang saya lakukan? Yang saya lakukan hanya bisa berdoa apapun yang terbaik untuk saya, untuk dia, dan tentu saja untuk kamu.

XOXO
I'm the hero of the story, dont need to be saved. I'm the hero of the story, don't need to be saved. It's
It's al-right, it's al-right, it's al-right